Evolusi Seni Coldplay

Coldplay - BBC Broadcasting House - Tuesday 7 Desember 2021 ( Raph_PH)

Coldplay adalah sebuah band asal Inggris yang telah mencapai kesuksesan yang besar sejak awal terbentuk pada tahun 1996. Mereka telah menjual jutaan rekaman, memenangkan banyak penghargaan, dan menjadi salah satu band paling populer di dunia. Namun, perjalanan mereka tidaklah mudah, dan evolusi artistik mereka adalah sesuatu yang patut untuk dieksplorasi.

Pada awal karir mereka, Coldplay dikenal karena lagu-lagu melodis dan penuh emosi, sering kali dikaitkan dengan genre rock alternatif. Album pertama mereka, "Parachutes," yang dirilis pada tahun 2000, merupakan kesuksesan komersial dan memperkenalkan suara khas band ini. Album ini penuh dengan balada melankolis, seperti "Yellow" dan "Trouble," yang memperlihatkan vokal emosional dari penyanyi utama Chris Martin.

Dalam beberapa tahun berikutnya, Coldplay terus menciptakan musik dengan gaya serupa, merilis album seperti "A Rush of Blood to the Head" dan "X&Y." Meskipun album-album ini sukses, beberapa kritikus mulai berpendapat bahwa musik band ini menjadi formulaik dan mudah ditebak.

Pada tahun 2008, Coldplay merilis album "Viva La Vida or Death and All His Friends," yang menjadi titik balik dalam evolusi artistik mereka. Album ini menampilkan sisi yang lebih eksperimental dan petualangan dari band ini, dengan pengaruh dari berbagai genre seperti rock indie dan musik elektronik.

Lagu berjudul "Viva La Vida" merupakan perubahan dari suara biasa band ini, dengan tempo yang lebih riang dan pengaturan orkestra yang megah. Album ini juga menampilkan lagu-lagu seperti "Violet Hill" dan "Lost!" yang memperlihatkan kemauan band ini untuk bereksperimen dengan suara dan gaya yang berbeda.

Kesuksesan dari "Viva La Vida or Death and All His Friends" memungkinkan Coldplay untuk terus mengembangkan evolusi artistik mereka, yang menghasilkan album "Mylo Xyloto" pada tahun 2011. Album ini adalah album konsep yang mengikuti sebuah naratif tentang masyarakat dystopia dan menampilkan kolaborasi dengan artis seperti Rihanna dan Brian Eno.

"Mylo Xyloto" adalah album yang kontroversial yang mendapatkan ulasan yang beragam, dengan beberapa kritikus memuji keberanian band ini untuk bereksperimen, sementara yang lain mengkritik kurangnya koherensi album ini. Namun demikian, album ini memperlihatkan keinginan Coldplay untuk terus memperluas batasan dan mencoba hal-hal baru.

Album mereka selanjutnya, "Ghost Stories," yang dirilis pada tahun 2014, merupakan upaya yang lebih intim dan personal. Album ini terinspirasi oleh perceraian Chris Martin, sang vokalis, dengan aktris Gwyneth Paltrow dan menampilkan lagu-lagu yang mengangkat tema patah hati dan kehilangan.

Album ini menandai perubahan dari eksperimen sebelumnya band ini dan kembali ke suara yang lebih sederhana, dengan lagu-lagu seperti "Magic" dan "Midnight" yang menunjukkan pendekatan yang lebih minimalis.

Pada tahun 2015, Coldplay merilis album "A Head Full of Dreams," yang menandai kembalinya ke suara yang lebih ceria dan pop. Album ini menampilkan kolaborasi dengan artis seperti Beyonce dan Tove Lo dan disertai dengan tur dunia yang menjadi salah satu tur dengan pendapatan tertinggi sepanjang masa.

Sepanjang karir mereka, Coldplay telah mengalami evolusi artistik yang signifikan, terus mendorong batasan suara mereka dan bereksperimen dengan genre dan gaya baru. Sementara karya awal mereka ditandai dengan balada melankolis, album-album mereka yang lebih baru menampilkan sisi yang lebih eksperimental dan petualang dari band ini.

Melalui evolusi mereka, Coldplay telah menjadikan diri mereka sebagai salah satu band paling sukses dan inovatif dari generasi mereka, dan warisan mereka akan terus menginspirasi generasi masa depan dari para seniman.